Setelah tidur berabad-abad, para dewa terbangun dan berperang kembali. Forrest, kakak laki-laki Iris Winnow menjawab panggilan salah satu dewa dan pergi ke garis depan. Keinginan Iris hanyalah agar keluarganya berkumpul kembali. Ibunya berjuang dari ketergantungan alkohol dan tidak ada kabar sama sekali dari kakaknya dari garis depan. Satu-satunya harapannya adalah mendapat promosi menjadi kolumnis di harian Oath Gazette.
Iris mencurahkan kekhawatirannya dengan menulis surat kepada kakaknya, lalu menyelipkannya ke balik pintu lemari, lalu surat itupun lenyap. Hampir setiap bangunan lama memiliki sisa sihir dari masa dewa-dewa lama, jadi kejadian seperti ini bukan tidak biasa. Yang tidak Iris ketahui, surat2 tersebut jatuh ke tangan Roman Kitt, rival Iris yang dingin dan tampan, untuk mendapatkan posisi kolumnis di Oath Gazette. Suatu kali Roman membalas surat Iris dan mereka pun menjadi saling terhubung lewat pertukaran surat.
Blurb buku ini menarik perhatianku, office rivalry dengan trope enemies-to-lovers (trope favoritku), dan ditulis dengan apik oleh Ross. Dari awal aku sudah langsung menyukai tulisannya dan membuatku ingin terus membaca untuk mengetahui kelanjutan ceritanya.
Untuk romantasy, world building biasanya hanya menjadi latar belakang, fokusnya ke cerita Iris dan Roman. Perkembangan hubungan mereka juga tidak insta-love atau terasa dipaksakan. Momen2 manis tidak terkesan berlebihan, pas untuk seleraku.
Buat aku buku ini cukup menyenangkan. Aku akan merekomendasikan buku ini untuk penggemar fantasi, yang tidak keberatan dengan romance.
Dua tahun berlalu sejak pertempuran Gaelung, dimana The Bone Shard Emperor berakhir. Kemenangan pertama yang diraih Kaisar Lin Sukai di Gaelung tidak membuatnya mendapatkan aliansi dengan mudah. Kekaisaran masih dalam kondisi tidak stabil dan Lin kekurangan dukungan.
Dengan gubernur-gubernurnya merencanakan pengkhianatan, kelompok Shardless Few memulai pertempuran juga. Yang lebih buruk, nemesis lamanya, Nisong, bekerja bersama Alanga Ragan, untuk membunuhnya.
Harapan terletak pada sejarah dan legenda mengatakan mitos tujuh pedang, ditempa berabad silam. Jika Lin mampu menemukannya sebelum musuh-musuhnya, Lin mungkin bisa membalikkan keadaan.
Namun jika dia gagal, seluruh kekaisaran akan runtuh.
Sebagai penutup trilogy, The Bone Shard War untukku, memiliki akhir yang memuaskan dan agak emosional. Setelah buku kedua The Bone Shard Emperor yang kurang meninggalkan bekas seperti pendahulunya, The Bone Shard Daughter, aku agak ragu melanjutkan ke buku ketiganya ini.
Namun keputusanku tepat membaca penutup ini. Aku tidak bisa menjabarkan banyak tanpa spoiler. Yang paling memuaskan buatku akhirnya di buku ini kita akan mengetahui apa penyebab pulau-pulau tenggelam. Penutup untuk kelangsungan kekaisaran dan akhir untuk seluruh karakter yang diperkenalkan penulis sangat memuaskan buatku.
Harriet, Sabrina dan Cleo tergabung dalam grup pertemanan sejak tahun awal mereka di Universitas, Grup mereka semakin seru dengan masuknya Parth, Wyn dan Kimmy. Awalnya ada aturan “tidak berkencan” untuk menjaga grup pertemanan mereka langgeng. Ditakutkan apabila ada diantara mereka yang berkencan lalu putus di tengah jalan, grup pertemanan akan bubar pula.
Namun Harriet dan Wyn tidak bisa menyembunyikan ketertarikan mereka pada satu sama lain lebih lama, dan mereka pun mengumumkan pada sahabat-sahabat mereka kalau mereka berkencan. Sejak itu Harriet dan Wyn tidak terpisahkan.
Grup mereka mempunyai ritual tahunan berlibur ke rumah peristirahatan milik ayah Sabrina di Maine, sudah berjalan sepuluh tahun. Hanya saja tahun ini agak berbeda karena Harriet dan Wyn sudah putus hubungan sejak enam bulan yang lalu, namun mereka menyembunyikan hal ini dari sahabat-sahabat mereka, karena takut grup mereka pecah. Jadi mereka pun berpura-pura masih berkencan, terlebih tahun ini adalah tahun terakhir mereka bisa menghabiskan waktu mereka di “tempat paling bahagia” bagi mereka berenam, karena ayah Sabrina memutuskan untuk menjual rumah peristirahatan tersebut.
Setelah bertahun-tahun bersama, apalah artinya berpura-pura masih berkencan selama seminggu demi menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabat mereka di tempat yang membuat mereka semua bahagia. Saat-saat canggung pun terjadi berulang kali karena sesungguhkan Harriet dan Wyn masih saling tertarik satu sama lain.
Aku menyukai tulisan Emily Henry sejak pertama kali membaca Beach Read. Dilanjutkan dengan People We Meet in Vacation dan Book Lovers. Masing-masing memiliki trope berbeda, kali ini di Happy Place, trope “kesempatan kedua” dan “menemukan keluarga”.
Aku suka bagaimana cerita Harriet dan Wyn di masa lalu, bagaimana mereka pertama bertemu, saling terhubung, lalu memutuskan untuk bersama. Namun justru yang membuatku begitu patah hati membaca kisah mereka kini yang telah berpisah. Berawal dari suatu insiden yang disusul oleh rangkaian kesalahpahaman serta komunikasi yang buruk diantara mereka berdua karena faktor jarak juga.
Dari cover buku, seharusnya aku sudah menduga ini bukan hanya cerita Harriet dan Wyn, namun juga cerita grup pertemanan mereka. Sejujurnya aku lebih memilih cerita mengenai dua tokoh utama saja, tetapi aku tetap menyukai buku ini dan akan merekomendasikannya kepada penggemar genre romance.
Manhattan masa kini, dua keluarga penyihir yang merupakan rival mencoba mempertahankan kontrol kerajaan bisnis kriminal mereka.
Pada satu sisi ada Keluarga Antonova yang terdiri atas tujuh bersaudari, semuanya cantik, licik dan tanpa ampun. Dipimpin oleh Baba Yaga, ibu mereka, merupakan pemasok obat terlarang eksklusif.
Pada sisi lain ada keluarga Fedorov yang terdiri atas tiga bersaudara, dipimpin oleh ayah mereka, Koschei The Deathless, yang bisnisnya meliputi pemerasan yang mendominasi komunitas penyihir di Manhattan.
Ide ceritanya merupakan retelling kisah Romeo & Juliet dunia modern. Dua keluarga yang merupakan rival, walau menjalankan bisnis yang tidak sama persis, Antonov dan Fedorov. Bukan cuma kisah cinta Lev dan Sasha ataupun Dima dan Masha, namun ada pula kisah dinamika antara Antonova bersaudari dan Fedorov bersaudara.
Dengan world building dan magic system yang tidak rumit, buku ini cukup mudah dipahami. Untuk yang terbiasa high fantasy mungkin kurang cocok, karen fokus buku ini lebih ke penceritaan perseteruan dua keluarga.
Gaya menulis Miss Blake memang berbeda dari novel umumnya. Perpaduan dari prosa dan berlirik. Aku menyukai buku-buku miss Blake sebelumnya, seperti The Atlas Six, The Atlas Paradox dan Alone With You In The Ether.
One For My Enemy mengikuti pola pada karya-karya Miss Blake sebelumnya, bab yang panjang dan dialog yang juga panjang. Untuk yang kurang cocok dengan pola seperti ini pasti akan merasa bosan. Namun entah kenapa rasanya Miss Blake menulis khusus buatku karena membuatku kecanduan dengan karya-karyanya.
Zachary Ying tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mempelajari tradisi keturunan Tiongkoknya. Ibunya yang merupakan orang tua tunggal sibuk bekerja dan sekolahnya hanya mengajarkan sejarah dan mitos Barat. Jadi Zack sangat tidak siap ketika dia mengetahui bahwa dia dilahirkan untuk menjadi wadah dari kaisar pertama Tiongkok, untuk menjadi segel utama dari portal yang bocor ke arah dunia bawah Tiongkok, sebelum Bulan Arwah yang akan datang akan membuatnya terbuka.
Misinya dalam waktu singkat menjadi salah arah ketika Kaisar pertama gagal merasuki raga Zack dan malah terikat dengan headset AR gaming Zack, menyebabkan jiwa ibu Zack diambil oleh demon.
Kini, dengan salah satu tiran paling populer dalam sejarah mengoceh dalam headsetnya, Zack melakukan perjalanan melintasi Tiongkok untuk mencuri artifak sihir dan mengalahkan tokoh dalam sejarah dan mitos, sambil belajar untuk menggunakan kekuatan naga air yang luar biasa. Jika Zack tidak bisa menyelesaikan misi tepat waktu, roh dari dunia bawah akan membanjiri negeri mortal dan dia akan kehilangan ibunya selamanya.
Disini Xiran banyak memberi pelajaran mengenai sejarah & kebudayaan Tiongkok. Buat aku nilai plus buku ini Xiran menciptakan tokoh yang berhijab yang meninggalkan Tiongkok karena penindasan terhadap Muslim Uyghur. Tidak heran Xiran salah satu penulis yang paling vocal mengenai Palestina.
Selain itu ada selipan “pelajaran” mengenai fakta pahit mengenai pemimpin dunia. Tidak ada seorang pemimpin pun yang “bersih” dari darah rakyat yang tidak bersalah. Xiran banyak menyelipkan fakta pahit mengenai penindasan disini.
Dengan cerita Zachary Ying berakhir seperti itu apakah ada kemungkinan buku kedua?
Terikat dalam pernikahan yang tidak diinginkan, Freya menjalani hari-harinya dengan membersihkan ikan, tapi bermimpi untuk menjadi pejuang. Mimpinya secara tidak terduga menjadi kenyataan ketika suaminya mengkhianatinya demi seorang Jarl (bangsawan/kepala) daerah setempat yang menyeretnya dalam pertarungan sampai mati melawan putra sang Jarl, Bjorn.
Untuk bertahan hidup, Freya terpaksa mengungkapkan rahasianya : dia memiliki darah para dewa, yang membuatnya menjadi shield maiden (ksatria wanita) dengan kekuatan sihir untuk menangkis segala macam serangan. Ada ramalan bahwa kekuatan tersebut mampu menyatukan negeri Skaland yang terpecah, dibawah pemerintahan seseorang yang mampu mengendalikan takdir shield maiden.
Percaya akan takdirnya untuk menjadi Raja yang memimpin Skaland, sang Jarl mengikat Freya dengan sumpah darah dan memerintahkan putranya, Bjorn untuk melindungi Freya dari musuh-musuhnya. Untuk membuktikan kekuatannya, Freya harus berlatih untuk bertarung dan mengendalikan sihirnya.
Aku adalah pembaca karya-karya Danielle L. Jensen, mulai dari seri Malediction, Dark Shores hingga The Bridge Kingdom, dan aku suka semua serinya (kecuali seri ketiga & keempat The Bridge Kingdom yang kurang okay). Jadi ketika seri baru ini keluar, langsung menjadi incaranku. Terinspirasi dari mitologi nordik, karena aku sudah pernah membaca tema yang sama, dari seri Bloodsworn Saga karya John Gwynne, jadi sudah agak familiar dengan istilah-istilahnya.
Bedanya seri ini lebih ke romantasy namun dengan rancang bangun yang lebih solid dibanding romantasy yang pernah kubaca sebelumnya. Aku merekomendasikan pembuka seri ini untuk penggemar fantasi maupun romantasy.
Melanjutkan dimana The Bone Shard Daughter berakhir. Kaisar Sukai telah mangkat. Anak perempuan kaisar Lin Sukai, naik tahta menggantikan ayahnya. Namun bukan berarti perjuangan Lin bverakhir, justru perjuangan baru saja dimulai.
Rakyat yang telah beberapa diabaikan oleh ayahnya tidak mempercayai Lin duduk di tahta. Hubungan politiknya dengan gubernur pulau-pulau lainnya sangat lemah. Selain ancaman dari kelompok shardless yang siap menggantika system kekaisaran dengan demokrasi, Juga ada ancaman dari timur laut kekaisaran, pasukan pemberontakan siap menyerang, dimana pemimpinnya siap merebut tahta. Namun ancaman terbesar adalah kembalinya Alanga, menurut legenda merupakan sekelompok penyihir yang sakti.
Mungkin karena suasana hatiku kurang mendukung ketika membaca sekuel ini, aku merasa kurang seru seperti buku pertama. Namun miss Stewart tetap menyuguhkan plot twist menjelang akhir buku, ada rahasia yang terungkap yang dari buku pertama belum dijelaskan.
Aku akan membaca buku ketiganya, hanya mungkin belum dalam waktu dekat.
The Housemaid mengisahkan tentang Millie, seorang wanita muda yang baru saja keluar dari penjara dan mencari pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Dia diterima bekerja di rumah pasangan kaya, Nina dan Andrew Winchester.
Seiring berjalannya waktu, Millie mulai merasa tidak nyaman dengan suasana di rumah Winchester. Nina, sang istri, adalah seorang wanita yang dingin dan kejam, sementara Andrew, sang suami, tampak semakin tertarik pada Millie.
Millie mulai curiga bahwa ada sesuatu yang tidak beres di rumah Winchester. Dia menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nina mungkin terlibat dalam suatu kejahatan. Millie pun berusaha untuk mengungkap kebenaran dan menyelamatkan dirinya sendiri.
Gaya penulisan McFadden sangat cepat dan mudah diikuti, dengan plot twists yang tak terduga. Karakter-karakter, terutama Millie dan Nina Winchester, dibangun dengan kompleksitas yang menarik. Nina tampak tidak stabil dan manipulatif, sementara Millie harus menghadapi tantangan psikologis yang mempengaruhi cara dia memandang pekerjaannya dan keluarga itu.
Tema utamanya adalah bagaimana penampilan bisa menipu, terutama dalam konteks hubungan keluarga yang tampak sempurna dari luar tetapi menyimpan rahasia kelam di dalamnya. Sebagai thriller, buku ini berhasil menciptakan suasana tegang, dengan setiap bab meninggalkan pembaca ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sejak kakaknya berubah menjadi laba-laba pemakan manusia (mimpi terburuk kakaknya), Ness yang berumur 19 tahun masih trauma dan takut dibunuh oleh mimpi buruk dan juga takut menjadi seperti kakaknya. Karena di Newham, tempat tinggalnya, kota yang tidak pernah tidur, bermimpi berarti Ketika bangun akan berubah menjadi mimpi terburukmu.
Walaupun itu hanya berubah menjadi monster hanya dalam penampilan, ataupun berubah menjadi mahluk yang meneror kota, tidak seorangpun yang aman. Ness akan melakukan apa saja untuk menghindari jadi korban lainnya, bahkan jika itu membuatnya bergabung dengan Friends of the Restful Soul, organisasi yang kurang kredibel dan mungkin juga sebuah kultus.
Namun menjadi anggota organisasi ini ada harganya. Untuk membuktikan dirinya, Ness mengerjakan beberapa pekerjaan yang seharusnya sederhana, namun pada akhirnya dia mengacaukannya.
Setelah insiden bersama sahabatnya Priya, direktur Friends berniat memindahkan Ness ke tempat lain, namun Ness mampu meyakinkan direktur untuk memberinya tugas mengantarkan paket ke pulau lain, yg seharusnya menjadi tugas Cindy. Disini aku agak kurang menyukai cara Ness mendapatkan tugas ini karena pakai cara yang menurutku kurang dapat dibenarkan, kesannya seperti Ness seorang tukang tindas yang harus mendapatkan apa yang diinginkannya.
Kapal yg ditumpangi Ness dalam perjalanannya mengantarkan paket mengalami kecelakaan & meledak, bersama satu-satunya penyintas lain – cowok mimpi buruk yang Ness curiga berencana memakannya – mesti menemukan jalan kembali ke Newham, untuk mengungkap kebenaran dibalik kecelakaan tersebut.
Terlepas dari ganjalan sikap Ness diatas menurutku buku ini fantasi ringan yang cukup menghibur. Jangan berharap world building yang kompleks, seperti sudah kusebut, fantasi ringan. Aku menikmatinya lebih dari dugaanku semula, jadi untuk yang sedang ingin membaca fantasi ringan, kurasa buku ini bisa dicoba.
Bel masih belum mempersiapkan aplikasi untuk universitas. Secara tidak sengaja bakat dalam teknik Bel terungkap ketika mengerjakan tugas sekolah. Bel pun dipaksa oleh guru pengampu tugas tersebut untuk bergabung ke dalam klub robotik. Namun setelah lulus ujicoba masuk klub, Bel diabaikan oleh anggota klub cowok, dan satu-satunya anggota cewek, Neelam, juga tidak menyukainya.
Teo Luna, kapten klub robotik, awalnya saat ujicoba menganggap Bel sebagai aset yang potensial untuk klub, hanya sampai mereka berselisih paham. Bel hanya ingin membantu menyempurnakan desain robot Teo, untuk kompetisi nasional, namun Teo, yang menganggap Bel hanya bisa membuat desain yang bagus namun tidak bisa menggunakan software, kurang merespon niat baik Bel. Keberadaan Bel di klub robotik seakan-akan sebagai saingan bagi Teo.
Pada suatu titik mereka sepakat untuk saling membantu, Teo membantu Bel untuk menggunakan software dan Bel membantu merakit & menyiapkan robot untuk kompetisi regional (dan nasional). Seiring dengan seringnya mereka bekerja bersama setelah jam sekolah, hubungan mereka semakin dekat.
Buku untuk young adult ini menyenangkan untuk dibaca, walau bukan bacaan 5 bintang. Alexene Farol Follmuth adalah nama asli dari Olivie Blake. Balik lagi ke selera kita, tapi buatku, lebih cocok ke karya untuk adult dari penulis ini.
One year ago, Isabelle Drake's life changed forever: her toddler son, Mason, was taken out of his crib in the middle of the night while she and her husband were asleep in the next room. With little evidence and few leads for the police to chase, the case quickly went cold. However, Isabelle cannot rest until Mason is returned to her—literally.
Isabelle used to be a heavy sleepers but now she hasn't slept in a year. Sleep deprivation has taken its toll on her.
Isabelle's entire existence now revolves around finding him, but she knows she can't go on this way forever. In hopes of jarring loose a new witness or buried clue, she agrees to be interviewed by a true-crime podcaster—but his interest in Isabelle's past makes her nervous. His questioning paired with her severe insomnia has brought up uncomfortable memories from her own childhood, making Isabelle start to doubt her recollection of the night of Mason's disappearance, as well as second-guess who she can trust... including herself. But she is determined to figure out the truth no matter where it leads.
I haven't read the author's debut novel A Flicker In The Dark yet (but intend to) but this second book of her is well written, in my opinion. It's quiet rare I meet a good thriller but this is a good one. The revelation of what really happen on the night Mason disappeared reveals in the last chapters, some of it I could predict but the other one, I didn't see it coming.
I am being generous I gave it 3 stars rating. I mean, this is CoHo. I highlight some quotes that I'm related, about motherhood.
“You lose your mornings after having children.”
“By the time I'm finished with morning mother duties, I'm late for work and barely have time to do those things for myself.”
The Atlas character? Boring. The storyline? Boring. This book never should've existed in the first place.
Corayne an-Amarat adalah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan dunia dari malapetaka. Namun, dia tidak akan sendirian. Sekelompok orang yang mustahil disatukan, anehnya memutuskan bekerja sama:
Squire yang dipaksa memilih antara rumah atau kehormatan.
Insan kekal yang hendak menuntut balas atas janji yang diingkari.
Pembunuh bayaran yang diasingkan dan haus darah.
Penyihir wanita kuno yang teka-tekinya menyembunyikan ramalan masa depan yang mengerikan.
Pemalsu dengan masa lalu yang dirahasiakan.
Pemburu hadiah dengan target yang harus dicapai.
Bersama, mereka melawan musuh yang kejam, tak terkalahkan, dan bertekad untuk membakar seluruh kerajaan menjadi abu—barisan tentara yang tidak pernah disaksikan siapa pun di seluruh semesta.
Perjalanan Vanja di buku pertama berakhir dengan menjatuhkan Margrave yang jahat, mematahkan kutukan yang mematikan dan menemukan cinta dengan prefek junior Emeric Conrad. Vanja memutuskan sebelum melanjutkan hubungan dengan Emeric lebih lanjut, dia ingin mencari jati dirinya. Namun dalam perjalanannya kini, Vanja tidak sengaja menciptakan dewa The Scarlet Maiden. Cerita ciptaannya ini semakin melebar, hingga Emeric diutus untuk menyelidiki hal ini dan The Scarlet Maiden asli malah muncul untuk menandai Emeric sebagai tumbal untuk dikorbankan.
Untuk ujian terakhirnya, Emeric ditugaskan untuk menentukan, apakah Vanja bersalah atas fraud atau The Scarlet Maiden benar-benar ada bukan ciptaan Vanja. Sementara itu Vanja mencari solusi alternatif supaya Emeric urung menjadi tumbal untuk The Scarlet Maiden.
Alternatifnya, Vanja diminta oleh The Scarlet Maiden untu mengumpulkan setetes darah dari 7 bersaudara laki-laki. Tanpa diduga dalam perjalanannya untuk mengumpulkan tetes darah ini Vanja menemukan apa yang sudah lama didambakannya.
Sama seperti buku pertamanya, awalnya penjelasan disana sini agak membuat bosan dan bingung. Namun ketika sampai di bagian akhir, semua penjelasan itu ada dengan alasan tertentu. Aku sangat menyukai seri ini dan akan membaca buku ketiganya.
The first 25% the pace is so slow, and the author skipped the key scene & jumped forward, I felt lost. Turns out the scene was inserted later.
I expect a romance book, but it was a woman's fiction instead. This book about two audiobook narrators who did duet narration of a romance book but unfortunately no smut in it. It needed more smut, please. Thank you.
Two words for this so-called TikTok sensation : HARD WORK.
It took me longer to finish it than any other book (It gave me headache, honestly
Perjalanan Orka untuk mencari putranya, Breca, yang diambil darinya berlanjut di kisah fantasi epik ini. Bloodsworn menempuh perjalanan terus ke selatan untuk menyelamatkan Vol, dengan Varg ikut terus bersama Bloodsworn. Varg pun masih dengan misinya untuk mengetahui siapa pembunuh Froyà, saudara perempuannya.
Elvar terus melanjutkan sumpah darah yang telah diambilnya untuk mengambil kembali putra Uspa, Bjarn, yang dibawa oleh Raven Feeder yang dipimpin oleh Ilska, yang memiliki darah Lik-Rifa sang dewa naga. Namun Elvar harus meyakinkan Battle-Grim untuk mengikutinya, kini pemimpin mereka Agnar telah tiada. Namun bahkan Bloodsworn dan Battle-Grim tidak akan mampu melawan sang dewa naga.
Harapan mereka bergantung pada tulisan Rotta, dewa Tikus, kitab berisi sihir terlarang dengan kekuatan untuk membangkitkan dewa serigala Ulfrir dari kematian.
The Hunger of The Gods Melanjutkan kisah dimana The Shadow of The Gods berakhir. Kalau di buku pertama ada 3 POV (Orka, Varg & Elvar), di buku kedua ada ketambahan 2 POV lagi, Biórr & Gudvar. Di Hunger ini penyesuaianku terhadap diksi, world building serta magic system lebih cepat dibanding ketika aku memulai Shadow.
Porsi Orka disini sekali lagi membuatku kagum akan Mr Gwynne, penulis pria tetapi mampu memberi deskripsi akurat mengenai naluri seorang ibu. Porsi Varg masih mengenai tema found family diantara anggota Bloodsworn. Porsi Elvar yang paling berkembang menurutku. Apabila di Shadow belum terlihat arah akan dibawa kemana karakter Elvar, nah di Hunger mulai terlihat Elvar akan memegang peranan penting dalam cerita.
Untuk aku, sebuah fantasi epik adalah buku yang “sulit”. Selain world building dan magic system yang kompleks, diksi dan kosakata mitologi nordik dan viking yang kurang familiar. Akhir buku kedua sungguh membuat gemas, karena pembaca diberi cliffhanger yang membuat pembaca ingin segera membaca buku ketiga, padahal buku ketiga bahkan belum terbit.
Jika kalian penggemar fantasi epik, seri ini adalah untuk kalian.
Khadija Shaami adalah gadis Suriah-Amerika yang sudah muak dengan ekspektasi untuk menjadi putri Suriah sempurna. Dibebani dengan ego dan pengharapan ibunya, dia akan melakukan apa saja demi bisa meninggalkan Detroit dan berkeliling dunia dengan sahabatnya, Nassima.
Leene Taher pengungsi dari Suriah yang terpesona oleh kehidupan mewah para gadis Suriah di Detroit. Dia memulai hidup baru di Amerika, namun dia masih dihantui oleh masa lalunya.
Dari POV Khadija, kita dibawa bagaimana hidup sebagai warga Amerika Serikat keturunan Suriah. Sering merasa “tidak cukup Amerika” di negeri dimana dia lahir dan dibesarkan, juga “tidak cukup Arab” dalam komunitas keturunan Suriah.
Jika dalam As Long As The Lemon Trees Grow, menceritakan bagaimana perjuangan Salama untuk keluar dari Suriah, maka dari POV Leene kita akan menyelami bagaimana kehidupan pengungsi yang berhasil keluar dari Suriah. Selalu ada perasaan bersalah, kenapa dia berhasil keluar sedang banyak lainnya yang hidupnya berakhir dalam perjalanan (di laut).
Persahabatan keduanya terjalin awalnya karena Leene dan ibunya diterima oleh ibu Khadija dirumahnya. Akhir buku ini sungguh membuat terharu. Untuk sebuah novel debut, menurutku buku ini cukup bagus. Aku sangat merekomendasikan buku ini dibaca saat ramadan, dengan tokoh utama berhijab dan romansa halal.
Akhir oktober, lewat tengah malam, Jen menanti putranya Todd, yang akan berumur delapan belas tahun dini hari itu. Todd terlambat, Jen melihatnya berjalan menuju rumah melalui jendela, lalu menyadari bahwa Todd melihat seorang pria yang juga muncul bersamaan dengannya. Todd menuju pria itu, bersenjatakan pisau dan menikam pria tersebut.
Jen sangat terguncang, anak remajanya, Todd, membunuh seorang pria asing tepat di jalan depan rumah mereka. Jen tidak tahu apapun, yang dia tau hanyalah putranya dalam tahanan polisi, masa depannya terancam.
Malam itu Jen tertidur, ketika terbangun, dia berada di sehari sebelumnya, sebelum Todd menikam pria asing. Setelah itu Jen selalu terbangun di sehari sebelumnya. Jen pun menyadari, di masa lalu ini Jen akan menemukan jawaban.
Buku ini gabungan antara thriller/misteri dengan surreal. Namun cukup membuatku penasaran untuk membaca terus, untuk mencari jawaban bersama Jen. Menurutku buku ini ditulis dengan cukup runut dan baik, walau kita alur berjalan mundur ke masa lalu.
Ijinkan aku mengenalkan teman-teman pada salah satu buku fantasi terbaik yang aku baca tahun ini. The Will of The Many adalah mahakarya Mr Islington, kombinasi dari suspense, misteri dan fantasi yang terinspirasi dari Romawi, mengingatkanku pada seri Red Rising & An Ember in The Ashes.
Republik Catenan atau dikenal dengan sistem hierarkinya, merupakan pemimpin dunia. Cerita ini mengikuti seorang yatim piatu bernama Vis, yang tinggal di panti, yang kemudian jalan hidupnya berubah total.
Bagian I mengenalkan pembaca pada tokoh Vis. Vis tadinya adalah seorang bangsawan dari negeri bernama Suus yang telah diinvasi oleh yang kini dikenal sebagai Republik Catenan, yang berdiri dengan sistem hierarki. Diluar dugaan Vis - yg tinggal di panti asuhan - diadopsi oleh seorang anggota senat, Ulciscor Telimus, dengan posisi kelima dari hierarki. Rupanya Ulciscor memiliki tujuan tersendiri, Vis dimaksudkan untuk mencari kebenaran misteri kematian saudara laki-lakinya, Caeror yang kala itu masih berstatus siswa di Akademi Catenan. Sebelum masuk akademi Vis dilatih oleh Lanistia, orang kepercayaan Ulciscor.
Memasuki bagian II, dimana Vis memulai pendidikannya di Akademi Catenan. Di sekolah inilah fokus sebagian besar cerita dan plot. Ada misteri yang sangat penting yang disembunyikan oleh akademi, dimana semua pihak sekolah melakukan apapun supaya tidak terungkap. Misteri inilah berhubungan dengan kematian Caeror dan hilangnya penglihatan Lanistia.
Secara keseluruhan buku ini seru, sungguh pengalaman yang menegangkan melihat Caten & hierarki dari sudut pandang si cerdas Vis. Bagaimana Vis mengakali para Praetor juga memainkan psikologis teman sebayanya hingga dia bisa mencapai kelas yg diinginkan oleh Ulciscor, juga mencapai reruntuhan untuk mencari kebenaran yang disembunyikan oleh akademi.